Suatu ketika tahun 2001 saat masih wartawan
saya meliput TKI di Malaysia. Beberapa kali bertemu berpapasan dengan prajurit
PDRM (Pasukan Diraja Malaysia) ya mirip TNI gitulah. Saya suka dunia militer,
jadi iseng saja, saya ajak diskusi seorang aktivis yang juga pengamat sosial
politik di Malaysia tentang gaji prajurit PDRM, jenis senjata yang mereka
gunakan dan latihan tempur mereka. Kemudian saya bandingkan dengan prajurit TNI
kebanggaan saya.
Melalui informasi itu, saya berpendapat
dari segi apapun prajurit TNI di bawah prajurit PDRM kecuali 3 hal:
1. Sifat manunggal TNI dengan rakyat
2. Skil bertempur dan pengalaman perang
3. Jumlah prajurit
1. Sifat manunggal TNI dengan rakyat
2. Skil bertempur dan pengalaman perang
3. Jumlah prajurit
Persoalan pertama dan kedua itu penting.
Simpelnya, TNI manunggal dengan rakyat karena TNI lahir dari rakyat pada masa
peperangan mengusir penjajah dan saat mempertahankan kemerdekaan. Ini sejarah
penting. Rakyat dan TNI tidak boleh dan tidak dapat dipisah. Masa perang itu
pula yang menjadikan TNI memiliki pengalaman tempur yang tidak bisa
dibandingkan oleh negara manapun.
Sehingga hal ini cukup langka, mungkin cuma
Indonesia negara yang memiliki konsep tentara berasal dari rakyat, oleh rakyat
dan untuk rakyat. Inilah hikmah terbesar dari masa perjuangan kemerdekaan
mengusir penjajahan. Saat belum ada tentara resmi organik, rakyat sudah
mengangkat senjata mengusir penjajah.
Pernah dengar gagasan tasawuf tentang
manunggaling kawula gusti? Konon, inilah level makrifat paling tinggi dalam
dunia sufi. Bayangkan saja jika TNI manunggaling dengan rakyat, itu artinya
Indonesia sudah sampai pada level substansi pertahanan negara yang paling
hakiki. Ini sangat dahsyat dan pasti ditakuti oleh siapapun yang ingin menginvansi
Indonesia.
Bagaimana mereaktualisasi tradisi TNI yang
manunggal dengan rakyat pada situasi damai? Dalam situasi damai, TNI bisa tetap
‘berperang’ bersama rakyat. Berperang? Di sini kita akan sampai pada perluasan
makna perang secara konvensional. Berperang bukan lagi bertempur dar der dor
dengan senjata ringan dan berat. Berperang adalah sistem bertahan dari segala
ancaman yang dapat merusak persatuan dan kesatuan bangsa. Termasuk di dalamnya
berperang melawan teroris dan ‘berperang’ mempertahankan ketahanan pangan.
Dalam konteks yang lebih aktual dari
tradisi TNI manunggal dengan rakyat, bentuknya dapat saja TNI turun ke sawah,
bersama rakyat membangun ketahanan pangan. Selain petani harus dilindungi oleh
tenggulak, sawah petani juga harus dilindungi dari para hama dan tikus. TNI
turun ke sawah mengusir tikus dan hama merupakan tindakan mulia untuk merawat
sejarah TNI manunggal dengan rakyat.
Konsep ini juga selaras dengan program
lawas AMD (ABRI Masuk Desa) pada masa Orde Baru. Ini sebagai rakyat kecil pada
masa kecil saya, AMD inilah pintu awal saya bangga dan cinta pada TNI dan
bercita-cita menjadi prajurit TNI.
Jadi jika ada pihak yang kurang berkenan
melihat TNI turun ke sawah, mungkin saja mereka tidak dapat memahami dengan
baik tradisi TNI manunggal dengan rakyat, tidak memahami dengan baik sejarah
perjuangan bangsa Indonesia atau memang dipasang untuk melemahkan TNI atau
menjauhkan TNI dari rakyat…